Membangun Budaya Lewat Bahasa: Kisah Tentang Persahabatan, Pemahaman, dan Harapan
- Rotary D3410
- Jun 5
- 3 min read

Di sebuah dunia yang terus bergerak cepat, sering kali kita lupa bahwa yang mempersatukan manusia bukan hanya teknologi atau tren global, melainkan hal yang paling sederhana—kata-kata. Sebuah sapaan hangat, tawa yang sama, atau ungkapan kecil dalam bahasa asing yang membuat orang merasa dihargai. Dari situlah semuanya bermula.
Tanggal 11 Mei 2025, empat Rotaract Club dari empat negara berkumpul secara virtual, bukan untuk sekadar berkenalan, tetapi untuk menjalin jembatan budaya melalui bahasa. Mereka berasal dari Universiti Teknologi PETRONAS, Malaysia; NAUTH di Nigeria; One Million Lives Saigon, Vietnam; dan Purwokerto Aksakarsa, Indonesia. Nama proyek ini sederhana namun bermakna besar: Bridging Cultures Through Languages—Menjembatani Budaya Lewat Bahasa.
Para peserta tidak hanya belajar sapaan seperti “Ndewo” dalam bahasa Igbo, “Xin chào” dalam bahasa Vietnam, atau “Apa kabar?” dan “Selamat datang” dalam bahasa Indonesia dan Melayu. Mereka juga belajar makna di balik kata-kata itu—cerita, sejarah, dan cara hidup dari tempat yang mungkin sebelumnya terasa jauh, namun kini menjadi akrab.
Di balik layar, proyek ini disiapkan dengan penuh perhatian. Tim melakukan survei kebutuhan, memetakan minat pemuda, dan menilai akses digital agar setiap suara bisa terdengar, setiap wajah bisa terlihat. Bukan hanya sekadar sesi belajar bahasa, tapi juga tempat berbagi cerita, memperkenalkan proyek sosial dari masing-masing klub, serta membicarakan mimpi kolaborasi di masa depan.
Salah satu peserta dari Nigeria berkata, “Saya tidak pernah membayangkan bisa mengucapkan salam dalam bahasa Vietnam dan membuat teman saya dari Saigon tertawa karena logat saya. Tapi di situlah keindahannya—kami belajar, kami tertawa, kami tumbuh.”
Dan tumbuhlah mereka—bersama-sama.
Setelah acara usai, manfaatnya tak ikut hilang. Semua materi disimpan dan dibagikan kembali, menjadi bekal bagi anggota baru dan siapa saja yang ingin mengenal budaya lain. Hubungan yang terjalin menjadi benih proyek kolaborasi selanjutnya, bahkan mentorship lintas negara. Para pemuda ini tidak hanya menjadi pelajar bahasa, tapi juga duta persahabatan dan pemimpin masa depan.
Dalam dunia yang kadang terlalu gaduh dengan perbedaan, mereka menunjukkan bahwa keragaman bukanlah hambatan, melainkan kekayaan. Dan bahasa—sekecil apa pun kata yang diucapkan—bisa menjadi jembatan yang menghubungkan hati.
Inilah semangat Youth Service yang sejati: memberi tanpa pamrih, mendengar tanpa menghakimi, dan membangun masa depan dengan tangan terbuka.
Karena saat kita belajar menyapa dalam bahasa satu sama lain, kita juga belajar menyapa dunia dengan cinta.
Building Cultures Through Language: A Story of Friendship, Understanding, and Hope
In a world that moves fast, we often forget that what truly connects us isn’t just technology or global trends—it’s something much simpler: words. A warm greeting, a shared laugh, a small phrase in someone else’s language that says, “I see you.” That’s where it all began.
On May 11, 2025, four Rotaract Clubs from four different countries came together—not just to meet, but to build a bridge between cultures through language. From Universiti Teknologi PETRONAS in Malaysia, NAUTH in Nigeria, One Million Lives Saigon in Vietnam, and Purwokerto Aksakarsa in Indonesia, they united under one powerful idea: Bridging Cultures Through Languages.
Participants didn’t just learn greetings like “Ndewo” in Igbo, “Xin chào” in Vietnamese, or “Apa kabar?” and “Selamat datang” in Bahasa Indonesia and Malay. They learned the stories behind those words—the culture, history, and way of life from places that once felt far away, but now felt familiar.
Behind the scenes, the project was built with care. The team conducted needs assessments, mapped youth interests, and ensured digital access so every voice could be heard and every face could be seen. It wasn’t just about language exchange; it was a space to share stories, showcase club initiatives, and dream up future collaborations.
One participant from Nigeria said, “I never imagined I’d be saying greetings in Vietnamese and making my friend from Saigon laugh at my accent. But that’s the beauty of it—we learned, we laughed, we grew.”
And grow, they did—together.
Even after the sessions ended, the impact lived on. The materials were shared for future learning, friendships became seeds for upcoming joint projects, and leadership roles ensured continuity through mentorship. These young people became not only learners of language but ambassadors of friendship—and leaders for tomorrow.
In a world that can be too loud with differences, they showed that diversity is not a barrier—it’s a treasure. And language, no matter how small the word, can be a bridge that connects hearts.
This is the true spirit of Youth Service: giving without expecting, listening without judging, and building the future with open hands.
Because when we learn to greet each other in one another’s language, we also learn to greet the world—with kindness.
Comments